Alisha
Setelah berpose bak Pangeran Charles yang selalu terlihat rapi dari atas sampai bawah. Mulai dari rambut yang klemis sampai sepatu hitam yang kinclong. Felix bergegas menuju pemotretan untuk melakukan foto kelulusan Ijazah SMA.
"Cekrek." Bunyi kamera fotografer yang cantik. Itu pertanda bahwa pemotretan sudah selesai dilakukan. Felix pun melepas semua atribut yang menempel di seluruh badannya. Dia langsung memasukkan semua atribut ke dalam tas dan membawanya pulang. Di perjalanan pulang, dia bertemu temannya yang sedang duduk menunggu angkot. "Hai, lagi nunggu angkot ya?" tanya Felix. "Nggak, aku lagi nunggu bemo." Jawab temannya bercanda. "Eh, sama saja kali. Hehe." Balas canda Felix. "Boleh duduk?" lanjut Felix sambil menaruh tasnya di depan dia sendiri. "Iya, silahkan." Timpal temannya. Tiba – tiba , bunyi klakson angkot yang di tunggu – tunggu pun datang menghampiri mereka berdua. "Tin – tin... Rejo – rejo , mari yang mau turun Rejo silahkan naik." Teriak kenet angkot yang berjenggot lebat itu. Alisha, teman Felix, langsung masuk ke dalam angkot dan tidak menoleh sedikit pun kepada Felix. Bagi Felix, hal semacam itu sudah lumrah karena memang Alisha anaknya seperti itu. Dia anak yang cuek tapi cantik. Hampir setiap perilakunya membuat teman – teman dia menjauhinya. Tak terkecuali Felix. Meskipun Felix tidak begitu suka dengan perilakunya. Dia masih menganggap Alisha adalah teman baik. "Oke, Alisha. Hati – hati ya! Semoga sampai rumah dengan selamat." Gumam Felix dalam hati sambil terus memandang ke arah Alisha dan berharap Alisha melihat dia juga. "Pak – pak... bentar, jangan berangkat dulu ya" kata Alisha kepada supir angkot. "Aku mau ambil barangku yang tertinggal di halte tadi." Belum sempat turun dari angkot, tiba – tiba Felix sudah berdiri tegak di depan pintu mobil angkot tersebut dan menjulurkan tangannya kepada Alisha seraya berkata,"Ini Alisha barang kamu yang hampir saja kamu lupakan.", "Oh, terima kasih Felix." Jawab singkat Alisha kepada Felix tanpa melihat wajahnya. "Oke, sama – sama Alisha." Sambil terus memandang wajah Alisha yang merah merona. "Mas tidak naik juga?" tanya kenet angkot. "Nggak pak, aku masih nunggu angkot yang lain kok." Jawab Felix. "Yuk Pir, tancap gas." Teriak kenet berjenggot lebat kepada supir angkot itu. Felix pun duduk kembali di halte tadi sambil terus memikirkan Alisha. Dia terus bergumam dalam hati. Bergumam dan terus bergumam. Sampai akhirnya dia mendengar suara yang sangat jelas "Mas, turun mana mas? Puri?" tanya supir angkot yang di tunggu – tunggu Felix. "Iya pak, aku mau turun Puri." Jawab Felix termenung. Dan akhirnya, Felix pun naik angkot tersebut. Selang beberapa menit, ketika Felix sedang membuka tasnya. Tiba – tiba dia menemukan sebuah kertas berwarna biru dongker. Dia membukanya dan melihat ada sebuah tulisan yang penuh dengan teka – teki. Sejenak Felix memandangi kertas tersebut dan berkata dalam hati "Ini kertas kok tiba – tiba ada dalam tasku ya? Siapa yang berani menaruh kertas ini dalam tasku? Kok lancang sekali dia membuka tasku". Tak lama kemudian, sang supir angkot berkata "Puri – puri... yang mau turun Puri siap – siap turun". Mendengar suara bapak tadi, membuat Felix lupa dengan apa yang telah dia gumamkan dan menaruh kembali kertas tadi ke dalam tasnya. Kemudian Felix turun dan langsung berjalan menuju rumahnya. Sesampai di rumahnya. Dia teringat kembali dengan Alisha yang pada waktu itu pernah sekali bilang kepadanya kalau suatu hari nanti Felix akan mendapatkan suatu hal yang aneh yang membuat dia terus memikirkan hal tersebut termasuk memikirkan Alisha. "Assalamu'alaikum Bu" salam Felix kepada ibunya yang sedang menyapu halaman rumah. "Wa'alaikum salam Felix" Jawab ibu Felix. "Aku istirahat dulu ya Bu" pinta Felix kepada ibunya sambil langsung menuju kamar tidurnya. "Iya, nak. Jangan lupa sholat dhuhur dulu plus makan siang ya" jawab ibu Felix. "Ya Bu, terima kasih" timpal Felix bingung. Kebingungan ini terus menghantui Felix hingga dia tertidur di kamarnya setelah melakukan apa yang di minta ibunya.
***
"Kring... kring... kring..." jam beker milik Felix berdering begitu keras sehingga membangunkan dia tepat pukul 15.00. Ini menunjukkan bahwa sudah waktunya untuk bangun dan melakukan aktifitas lain. Felix terbangun dengan raut muka yang tidak biasanya. Ketika ibunya hendak menghampirinya, terdengar suara lembut memanggil dari luar rumahnya. "Assalamu'alaikum, Felixnya ada Bu?" tanya seorang gadis cantik yang tak di kenal ibu Felix. "Wa'alaikum salam, maaf ini siapa ya? Teman Felix?" tanya ibu Felix kepada Alisha. "Iya, saya temannya Felix Bu. Felixnya ada di rumah Bu?" tanya Alisha lagi. "Iya, Felix ada di rumah. Mari masuk" kata ibu Felix. "Terima kasih Bu." Jawab Alisha. Seketika Alisha masuk dalam rumah Felix, dia terpukau dengan tumpukan buku – buku yang tertata rapi berjejeran yang tersusun bertumpuk - tumpuk di atas buffet dan beberapa lainnya yang terletak di atas meja. Alisha terus memandangi ruangan demi ruangan. Karena rumah Felix sangat berbeda dengan rumah – rumah pada umumnya. Hampir tidak skat ruangan yang memisahkan antara ruangan satu dengan ruangan lainnya. Semua ruangan terlihat langsung ketika memasuki rumahnya. "Adik ini namanya siapa?" tanya Ibu Felix yang menghancurkan pengamatan Alisha terhadap sudut – sudut di setiap ruangan yang terdapat dalam rumah Felix. "Eh, iya Bu maaf. Namaku Alisha." Jawab Alisha tegang. "Oke, sebentar nak Alisha, saya panggilkan Felix dulu ya" kata ibu Felix. "Iya Bu. Monggo." Sahut Alisha sopan. Jelang beberapa menit kemudian, Felix turun dari lantai 2 sambil memperhatikan tindak tanduk Alisha yang penuh tanya mengenai ruangan yang terdapat dalam rumahnya. Pelan – pelan Felix menuruni tangga sambil membawa sesuatu yang di genggamnya. "Eh, Alisha. Tumben datang ke rumah?" tanya Felix spontan sesaat sampai di tempat duduk dekat Alisha. "Iya nih, hehe" jawab Alisha agak sedikit gugup. Namun tetap tidak menoleh sedikitpun kepada Felix. Dia seolah – olah telah melakukan sebuah kesalahan besar terhadap Felix. Dia memandangi lantai terus sambil menggerak – gerakkan jari jemarinya. "Kamu kenapa Alisha? Kok terlihat gugup gitu?" tanya Felix penasaran. "Jadi begini..." jawab Alisha belum selesai. "Bentar – bentar, maaf aku potong pembicaraanmu. Kamu kesini mau meminta maaf kan mengenai kertas biru dongker yang kamu masukkan ke dalam tasku?" selah Felix. "Kok kamu tahu Felix?" tanya Alisha langsung kepada Felix. "Iya, aku hanya menebak saja karena sejak awal tadi waktu kita bertemu di halte sekolah, kamu menjawab pertanyaanku dengan sangat singkat sekali dan ketika kamu naik angkot kamu bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah ku sehingga kamu melupakan sesuatu yang akhirnya aku berikan tepat sebelum kamu turun angkot, masih ingat kan?" tanya Felix balik kepada Alisha. Sesaat suasana menjadi hening sejenak, tak terdengar suara dari mulut Alisha sedikit pun. Dia perlahan – lahan menatap wajah Felix. Namun ketika Felix berusaha menatap balik wajah Alisha, Alisha langsung memalingkan wajahnya ke bawah. Dan akhirnya, Alisha pun memberanikan diri menatap wajah Felix dan berkata "Iya, maaf banget ya mengenai sikap ku yang kurang baik terhadapmu. Dan memang itu adalah karakterku, aku harap kamu mengerti. Sebenarnya, mengenai kertas biru dongker yang ada di dalam tasmu itu bukan aku yang meletakkan tapi ada seseorang yang memasukkan dalam tasmu dan dia sangat menyukaimu." Jawab Alisha percaya diri. "Oh, yang benar Alisha? Itu bukan kamu yang melakukan?" tanya Felix dengan nada sedikit agak tinggi. Tiba – tiba ibu Felix menghampiri mereka berdua sambil membawakan minuman buat Alisha. "Ini minum dulu Alisha" pinta ibu Felix sambil tebar senyum lebar. "Iya Bu, terima kasih" Jawab Alisha sopan. Setelah itu, ibu Alisha meninggalkan mereka berdua. Dan akhirnya terjadilah perbincangan panjang lebar antara Felix dan Alisha sampai pukul 17.30 sore. "Baik Felix, terima kasih banyak ya dan aku minta maaf atas semua perilakuku terhadapmu selama ini. Sejujurnya aku tidak bermaksud apa – apa ketika aku bersikap demikian dan kamu tahu kan kalau aku memang seperti itu", kata Alisha menjelang kepulangannya dari rumah Felix. "Iya, Alisha. Aku paham kok. Aku juga minta maaf ya karena telah menuduh yang tidak – tidak kepadamu mengenai kertas biru dongker ini." "Oke, tidak apa –apa. Aku pamit dulu ya. Assalamu'alaikum" jawab Alisha. "Wa'alaikum salam warohmah" jawab Felix. Akhirnya, pertemuan Alisha dengan Felix berakhir dengan baik – baik. Mereka sekarang menjadi teman akrab. Mereka selalu bertukar ide, pengalamnan, bahkan bertukar cerita antara satu dengan yang lainnya. Terkadang mereka juga keluar bersama sekedar untuk menghilangkan rutinitas yang memuakkan yakni berangkat sekolah, mengerjakan tugas, presentasi dan begitu seterusnya.
*** End ***
***
"Kring... kring... kring..." jam beker milik Felix berdering begitu keras sehingga membangunkan dia tepat pukul 15.00. Ini menunjukkan bahwa sudah waktunya untuk bangun dan melakukan aktifitas lain. Felix terbangun dengan raut muka yang tidak biasanya. Ketika ibunya hendak menghampirinya, terdengar suara lembut memanggil dari luar rumahnya. "Assalamu'alaikum, Felixnya ada Bu?" tanya seorang gadis cantik yang tak di kenal ibu Felix. "Wa'alaikum salam, maaf ini siapa ya? Teman Felix?" tanya ibu Felix kepada Alisha. "Iya, saya temannya Felix Bu. Felixnya ada di rumah Bu?" tanya Alisha lagi. "Iya, Felix ada di rumah. Mari masuk" kata ibu Felix. "Terima kasih Bu." Jawab Alisha. Seketika Alisha masuk dalam rumah Felix, dia terpukau dengan tumpukan buku – buku yang tertata rapi berjejeran yang tersusun bertumpuk - tumpuk di atas buffet dan beberapa lainnya yang terletak di atas meja. Alisha terus memandangi ruangan demi ruangan. Karena rumah Felix sangat berbeda dengan rumah – rumah pada umumnya. Hampir tidak skat ruangan yang memisahkan antara ruangan satu dengan ruangan lainnya. Semua ruangan terlihat langsung ketika memasuki rumahnya. "Adik ini namanya siapa?" tanya Ibu Felix yang menghancurkan pengamatan Alisha terhadap sudut – sudut di setiap ruangan yang terdapat dalam rumah Felix. "Eh, iya Bu maaf. Namaku Alisha." Jawab Alisha tegang. "Oke, sebentar nak Alisha, saya panggilkan Felix dulu ya" kata ibu Felix. "Iya Bu. Monggo." Sahut Alisha sopan. Jelang beberapa menit kemudian, Felix turun dari lantai 2 sambil memperhatikan tindak tanduk Alisha yang penuh tanya mengenai ruangan yang terdapat dalam rumahnya. Pelan – pelan Felix menuruni tangga sambil membawa sesuatu yang di genggamnya. "Eh, Alisha. Tumben datang ke rumah?" tanya Felix spontan sesaat sampai di tempat duduk dekat Alisha. "Iya nih, hehe" jawab Alisha agak sedikit gugup. Namun tetap tidak menoleh sedikitpun kepada Felix. Dia seolah – olah telah melakukan sebuah kesalahan besar terhadap Felix. Dia memandangi lantai terus sambil menggerak – gerakkan jari jemarinya. "Kamu kenapa Alisha? Kok terlihat gugup gitu?" tanya Felix penasaran. "Jadi begini..." jawab Alisha belum selesai. "Bentar – bentar, maaf aku potong pembicaraanmu. Kamu kesini mau meminta maaf kan mengenai kertas biru dongker yang kamu masukkan ke dalam tasku?" selah Felix. "Kok kamu tahu Felix?" tanya Alisha langsung kepada Felix. "Iya, aku hanya menebak saja karena sejak awal tadi waktu kita bertemu di halte sekolah, kamu menjawab pertanyaanku dengan sangat singkat sekali dan ketika kamu naik angkot kamu bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah ku sehingga kamu melupakan sesuatu yang akhirnya aku berikan tepat sebelum kamu turun angkot, masih ingat kan?" tanya Felix balik kepada Alisha. Sesaat suasana menjadi hening sejenak, tak terdengar suara dari mulut Alisha sedikit pun. Dia perlahan – lahan menatap wajah Felix. Namun ketika Felix berusaha menatap balik wajah Alisha, Alisha langsung memalingkan wajahnya ke bawah. Dan akhirnya, Alisha pun memberanikan diri menatap wajah Felix dan berkata "Iya, maaf banget ya mengenai sikap ku yang kurang baik terhadapmu. Dan memang itu adalah karakterku, aku harap kamu mengerti. Sebenarnya, mengenai kertas biru dongker yang ada di dalam tasmu itu bukan aku yang meletakkan tapi ada seseorang yang memasukkan dalam tasmu dan dia sangat menyukaimu." Jawab Alisha percaya diri. "Oh, yang benar Alisha? Itu bukan kamu yang melakukan?" tanya Felix dengan nada sedikit agak tinggi. Tiba – tiba ibu Felix menghampiri mereka berdua sambil membawakan minuman buat Alisha. "Ini minum dulu Alisha" pinta ibu Felix sambil tebar senyum lebar. "Iya Bu, terima kasih" Jawab Alisha sopan. Setelah itu, ibu Alisha meninggalkan mereka berdua. Dan akhirnya terjadilah perbincangan panjang lebar antara Felix dan Alisha sampai pukul 17.30 sore. "Baik Felix, terima kasih banyak ya dan aku minta maaf atas semua perilakuku terhadapmu selama ini. Sejujurnya aku tidak bermaksud apa – apa ketika aku bersikap demikian dan kamu tahu kan kalau aku memang seperti itu", kata Alisha menjelang kepulangannya dari rumah Felix. "Iya, Alisha. Aku paham kok. Aku juga minta maaf ya karena telah menuduh yang tidak – tidak kepadamu mengenai kertas biru dongker ini." "Oke, tidak apa –apa. Aku pamit dulu ya. Assalamu'alaikum" jawab Alisha. "Wa'alaikum salam warohmah" jawab Felix. Akhirnya, pertemuan Alisha dengan Felix berakhir dengan baik – baik. Mereka sekarang menjadi teman akrab. Mereka selalu bertukar ide, pengalamnan, bahkan bertukar cerita antara satu dengan yang lainnya. Terkadang mereka juga keluar bersama sekedar untuk menghilangkan rutinitas yang memuakkan yakni berangkat sekolah, mengerjakan tugas, presentasi dan begitu seterusnya.
*** End ***