Setiap orang pasti memiliki mimpi dan obsesi. Seperti AgnezMo yang ingin go international, akupun punya obsesi. Pengalaman kelam sering dibully membuatku punya tekat yang kuat. Aku berusaha keras untuk bisa menjadi *putih*.
Yah... Aku punya cita - cita menjadi cantik dan kecantikan didapat kalau aku berkulit putih. Seperti lagunya Westlife - Beauty in white. Kepercayaan itu aku dapat dari seringnya aku dikatai berkulit hitam. Dari yang muda sampai yang tua bilang aku ini *item*. Padahal kalau dipikir aku tak sehitam itu.
Kadang saat aku bertanya pada seseorang, "Maaf pak, tahu rumahnya Novi gak?". Bapak itu lihat kanan kiri sambil bergumam, "Onok suoro kok gak nok rupo?".
Disitu kadang aku merasa sedih. Aku ini hanya berkulit hitam tapi bukan berkulit abstrak sehingga susah dilihat. Sebutan - sebutan anehpun kian bermunculan. Ada yang bilang aku ini kopilah, aranglah dan yang lebih parah ada yang bilang aku kayak *terong*. Bisa dibayangkan gak? Masak muka cantik Raisa disamain sama terong?.
Kalian tahu terong kan? Coba perhatikan baik-baik!
Sudah?
Nah, sekarang lihat mukaku? Oke ini skip ajah!.
https://www.instagram.com/p/BR7j-BcjqVg/
Berbagai macam cara kulakukan untuk mengubah kulit gelapku ini. Pakai cream siang malam dari berbagai merk, obat- obatan tradisional, sampai dukunpun pernah kudatangi namun tak jua memberiku perubahan. Hingga suatu ketiak eh salah. Hingga suatu ketika ada tetangga yang menyuruhku untuk berendam di larutan pemutih pakaian.
Pikiranku mengatakan itu tidak masuk akal namun, hatiku merayu dan aku mulai menghitung kancing. "Lakuin, enggak, lakuin, enggak, lakuin". Benar saja jumlah kancingku ada lima seperti lagu balon dan pilihan jatuh pada pendapat kancing. Kurebus air hangat kutabuti air hangat tersebut dengan 'sitrun'. Mulailah aku berendam.
Beberapa jam kemudian. Air mulai dingin, namun tak sedikitpun kegelapan ini luntur. Kuputuskan untuk keluar dari rendaman dan mengeringkan tubuhku.
Setelah aku berpakaian aku bediri di depan cermin. Aku mulai menangis melihat usahaku yang selalu sia-sia. Aku berpikir untuk bunuh diri saja tapi, tiba-tiba kamarku terlihat berputar - putar. "Mungkinkah Tuhan mencabut nyawaku duluan sebelum aku bunuh diri?" gumamku memegangi kepala yang tersa berat.
Dengan sedikit tertatih aku berbarinhg di tempat tidurku. Kupejamkan mataku berharap mengurangi rasa pusingku.
Beberapa jam kemudian. Hari sudah sore saat aku terbangun. Pusing yang begitu hebat tadi berkurang namun, kupegang dahiku terasa hangat. Saat kucoba untuk bangkit, tiba-tiba terdengar ketukan pintu. 'Cekrek' sesosok makhlukpun muncul dari balik pintu kamarku. Ternyata Agus, tetanggaku yang menyarankanku untuk berendam dengan pemutih. Kuputar bola mataku malas saat dia berani duduk di sampinh tempat tidurku.
"Tadi gue nyariin loe, kata nyokap loe tidur dan loe sakit?". Dia mulai perhatian
"Iya, masuk angin gue gara - gara loe". Jawabku ketus.
"Kok gue? Emang gue apain loe?". Tanya dia menyangkal.
"Loe kan nyuruh gue berendam pakek sitrun". Aku mulai memonyongkan bibirku. Sontak lelaku sialan itu terbahak - bahak.
"Jadi loe beneran ngelakuin apa yang gue suruh?". Ucapnya masih tertawa.
Kututupi wajahku dengan selimut, merasa jengkel sekaligus malu.
Kudengar dari balik selimut tawanya mulai reda.
Kubuka untuk sedikit melihatnya. Ia tersenyum dan berkata. "Sorry deh, kalau loe sakit gara - gara gue. Gue cuma bercanda tauk! Lagian kenapa sih loe pengen putih? Artis-artis ajah banyak yang pengen gelapin kulit, noh di pantai orang bule juga pada berjemur. Nah, ini loe yang dikasih kulit sehat plus cantik malah nggak bersyukur, dilaknat Tuhan baru tau rasa loe". Aku menunduk malu mendengar kata-katanya.
"Tapi gus, gue kan pengen cantik biar nggak diledekin lagi". Jawabku memainkan ujung selimut.
"Loe tuh cantik apa adanya, udah diemin ajah semua yang ngejek eloe ntar juga pada capek sendiri, percaya dech sama gue". Agus berpetuah memegang tanganku.
"Wait... Loe ngomong kayak gini bukan mau nembak gue kan? Ya kan, bener kan, loe mau nembak gue?" tanyaku histeris.
Tiba-tiba Agus melepas tanganku dan mengangkat sebelah alisnya. "Hluwekkk... Mimpi loe... Mana mau gue punya pacar item kayak loe... Wkwkwk". Dan kisah ini berahir dengan tawa Agus yang tak berhenti sampai malam.
Thr end