Cerita NANDA #1



Sudah lama aku merindukan matahari. Menyinari wajah yang semakin lusuh. Berada dalam sebuah keterbatasan, yang tak akan mungkin melaju cepat. Hujan pagi yang semakin menjauh, membawa sebuah kenangan diantara sayup mata. Dingin rerumputan pun membasahi sekujur tubuh yang penuh akan luka. Kabut tipis memudar, cahaya bermunculan diantara dedaunan yang mulai menguning. Ya, ini waktunya aku harus kembali ke dalam sebuah ruang kecil. Sudah sekian tahun waktu berlalu dan aku masih terjebak diantara sudut-sudut ruang berdebu dan laba-laba kecil yang menjadi penghias. Entah sampai kapan ini berakhir, hanya mencoba bertahan untuk bangkit dalam keterbatasan. Keheningan yang terus mengusik gelisah, bayang pikir semakin menyesakkan, tapi aku tetap tak berdaya dalam putaran waktu entah kapan akan berhenti. Perlahan suara langkah kaki mendekat, seperti hari-hari biasa ibu melihatku sebelum berangkat kerja. "apakah kamu masih belum tidur sayang?" suara ibu dari balik pintu. "belum ibu, aku masih ingin melihat diluar jendela" jelasku kepada ibu. "baiklah, jangan lupa untuk istirahat dan minum obat, sayang" sahut ibu sambil beranjak turun kembali. Terdengar juga suara wanita muda yang selalu berisik di setiap pagi. "ayo Amelia, hari sudah hampir siang!" terdengar teriak ayah. "iya ayah, ini lagi mencari sepatu kesayanganku. dari tadi mencari belum ketemu" jawab Amelia sambil menuju kamarku. "kak, apakah engkau melihat sepatu kesayanganku?" tanya manja wanita muda itu sambil mendekatiku. "tetap aja seperti ini. sudah hampir dewasa pun kamu masih lupa meletakkan barang. Coba lihat didekat pintu belakang" jawabku sambil berbaring ditempat tidur. "oh iya, thank ya kakak. Aku berangkat sekolah dulu" sambil mencium tangan berpamitan seperti biasanya. Setelah semua berangkat, rumah kembali menjadi hening, hanya ada seorang bibi pembantu yang terdengar lagi menyapu di belakang rumah. Sudah hampir 15 tahun dia bekerja disini dan merawatku dari kecil hingga saat ini, dia adalah orang yang sangat membantuku dalam menjalani hidup ini. Ketika semua menjalani rutinitas, hanya bibi yang menemaniku sebelum semua kembali kerumah. Bibi May biasanya aku memanggil dia, bersuku asli herosa dengan logat bicara yang khas menambah keunikan dalam warna hidup ini. "hey jagoan, ayo sebelum tidur minum obat dulu" sambil membawakan obat resep dokter yang hampir 10 tahun ini menjadi kebutuhan sehari-hariku. "baiklah bibi may, ini mata juga sudah mulai mengantuk" jawabku. setelah memberikan obat dan menutup jendela, bibi may turun kembali melakukan kerjaannya. "bruaaakkkk...!!" setelah 4 jam aku tertidur,  terdengar suara benturan yang sangat keras dari atas atap rumah. saat mataku terbuka, sebuah balok kayu langsung menghantam kepalaku, seketika itu aku pingsan. ketika aku tersadar, dengan pandangan yang masih samar-samar, terdengar tangisan ibu sambil memegang tanganku. entah apa yang terjadi pada saat itu, yang aku ketahui hanya suara benturan keras dan balok kayu yang menimpa kepalaku. "alhamdulillah, kamu sudah sadarkan diri nak" suara ibu yang terisak-isak sambil menatap mataku. "apa yang terjadi ibu?" tanyaku bingung. "sudah hampir 10 hari kamu tidak sadarkan diri" jelas ibu, sambil mengusap air mata. "sebegitu parahkah kejadian itu?" tanyaku yang masih bingung. "ya sudah, kamu istirahat dulu. jangan terlalu banyak berpikir, agar kesehatan kamu pulih kembali" sahut ayah, yang berada disebelah ibu. "baiklah ayah" jawabku sambil menunjuk gelas air didekat amelia. "kakak mau minum?" tanya amelia sambil mengambil gelas. "iya, haus sekali rasanya" jawabku. amelia pun langsung menghampiri, dengan tetesan air mata yang masih membekas di wajah manisnya. "maaf ibu, dokter harus mengecek keadaan saudara neo dulu. bapak dan ibu sementara bisa menunggu didepan" terdengar suara perawat dari kejauhan. "baiklah, sebentar lagi kami akan keluar" jawab ayah kepada perawat. "kami menunggu di luar ya, nak" kata ibu, sambil membenarkan bantalku. dokter pun memasuki ruangan dan memeriksa keadaanku. "ya, syukurlah. keadaan kamu sudah melewati masa kritis dan sudah mulai membaik. mungkin ini diluar perkiraan kami, proses pemulihan kamu berjalan dengan sangat cepat. mungkin dalam beberapa hari kamu bisa kembali ke rumah" terang dokter yang sedikit memberi semangat kepadaku sambil tersenyum. "alhamdulillah dok" jawabku lemas dan masih dengan kondisi bingung. setelah beberapa hari kemudian, dokter menyatakan bahwa kesehatanku sudah membaik dan bisa menjalani rawat jalan di rumah. dan kami pun mulai mengemasi barang-barang untuk beranjak pulang kerumah. setiba di depan rumah, betapa kaget melihat kondisi rumah yang masih berantakan dan belum selesai direnovasi. "ya, begitu kondisi sekarang pasca kejadian waktu itu" kata amelia dengan pelan menunjuk rumah, setelah turun dari mobil. aku pun mendekati rumah yang hampir setengahnya hancur. "apa yang mengakibatkan hingga seperti ini?" tanyaku heran. "kata pemerintah setempat benda asing jatuh dari langit, yang mengakibatkan ini semua. tapi setelah diperiksan selama 1 minggu tidak ada benda mencurigakan yang ditemukan" ibu mencoba menjelaskan kepadaku. tapi raut wajah ibu berbeda ketika menjelaskan semua itu kepadaku, terlihat raut sedih yang masih belum aku ketahui. entah apa itu, aku yang masih bingung karena efek obat masih mempengaruhi. "sementara rumah masih dironavasi pemerintah. kita diberi tumpangan oleh keluarga alex, untuk menghuni rumah mereka yang kosong itu" kata ibu melanjutkan pembicaraannya. "ayo semua, kita masuk dan menyiapkan makan untuk malam ini" teriak ayah dari seberang jalan. kami pun memasuki rumah dan membereskan peralatan, karena hampir 1 bulan berada di rumah sakit. dalam keadaan yang masih bingung, aku mulai merapikan kamar yang akan aku tempati. tak terasa sudah pagi dan aktivitas seperti biasanya mulai berjalan kembali, tapi ada yang sedikit mengganjal  dihati. setelah mereka berangkat, aku tidak mendengar aktivitas dari bibi may yang selama ini menemaniku ketika semua beraktivitas. aku pun tersadar ketika kejadian hari itu, hanya aku dan bibi may berada dalam rumah. sambil bertanya dalam hati, gelisah pun mulai menyelimuti hingga mata tidak bisa terpejam. dari dalam rumah sambil menunggu mereka pulang, aku melihat rumah kami yang sedang diperbaiki dan beberapa jam kemudian amelia pun pulang dari sekolah. "Assalamu'alaikum kak" teriak amelia menghampiri. "wa'alaikumsalam, gimana sekolah hari ini?" jawabku sambil bertanya. "alhamdulillah, lancar kak" jawab amelia. "oh iya, kakak mau tanya bibi may kemana? kok dia nggak kelihatan?" tanyaku kepada amelia. tampak bingung amelia ingin menjawabnya, sambil menunduk dia menjawab "coba nanti kakak tanyakan pada ibu saja". "ya, sudah nanti kakak tanya sama ibu. kamu istirahat dulu, kakak juga mau tidur" jawabku sambil menuju kamar. setelah bangun tidur dan mandi, aku keluar kamar. ternyata semua sudah berkumpul di ruang tengah sambil melihat tv. "hey, sudah bangun kamu?" tanya ayah. "sudah yah, ini perut juga mulai terasa lapar" jawabku sambil menuju dapur. setelah selesai makan, aku pun ikut bergabung di ruang tengah bersama dengan yang lain. "oh iya yah, aku ingin tanya. bibi may dimana? kok tadi nggak datang" tanyaku sambil membuka kotak obat. semua terlihat tertunduk, ibu pun mulai mengecilkan volume tv dan melihat kearahku. "semenjak kejadian hari itu, bibi may ikut tertimpa bangunan rumah. dan dalam perjalanan menuju rumah sakit, nyawa bibi may tidak bisa tertolongkan lagi" ibu yang menjawab sambil meneteskan air mata dan  memeluk tubuh amelia. seolah aku tak percaya apa yang dikatakan oleh ibu, orang yang selama ini sudah merawatku dan aku jadikan ibu pergi meninggalkanku. dengan rasa yang tidak percaya, aku pun menanyakan kembali pada ayah "apakah benar yang dikatakan ibu, ayah?". "iya, nak" jawab ayah lirih. hening seketika suasana diruang tengah, aku pun mulai berjalan keluar, menuju rumah kami yang hampir selesai direnovasi. aku duduk diantara pohon mangga, dimana tempat biasa aku menikmati malam. air mata pun mulai menetes, mengenang bibi may yang pergi meninggalkanku. begitu dalam gelisahku kali ini, bertahan diantara cobaan yang terus membuatku tumbuh dewasa. bertahun-tahun bibi may menguatkanku agar tetap tegar, melawan sunyi yang terus menghampiri. tak terasa renungan itu membuatku tertidur, dingin malam pun terbngkus oleh kesedihan. tiba-tiba aku terhentak dari tidurku, mendengarkan sesuatu dari dalam ruangan rumah. aku pun mendekati bangunan rumah yang masih berserakan peralatan renovasi. entah dari mana suara itu berasal, suaranya sangat begitu nyata. setelah berputar-putar tidak aku temui asal suara yang membuatku terbangun. aku pun kembali ke dalam rumah menuju kamar tidur. tak lama berselang, aku pun mencari tahu informasi tentang kejadian yang menimpa rumah kami dan aku mendapatkan sebuah informasi bahwa sebuah benda telah jatuh dengan kecepatan tinggi dari luar angkasa, belum jelas benda apa yang jatuh karena tidak ditemukannya benda yang mencurigakan diarea sekitar rumah. setelah sekian lama berada didepan komputer, tiba-tiba kepalaku menjadi pusing dan aku pun terjatuh pingsan. ayah yang mendengarkan suara aku terjatuh langung menghampiri kamarku dan membawaku kerumah sakit terdekat. ketika aku tersadar, ternyata aku sudah berada di rumah sakit. "bagaiamana keadaanmu sayang?" ibu bertanya dengan nada sedikit cemas. "aku tidak apa-apa ibu, mungkin hanya sedikit lelah kebanyakan pikiran" ujarku kepada ibu sambil bangun dari tidur. "syukurlah kalo begitu, ini lagi menunggu hasil ceks medis. masih diperiksakan di lab" tambah ibu.


Nb: maaf soal tanda baca tak beraturan.

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang baik untuk keabadian tulisan ini.

3 Tulisan Sering Dibaca Minggu Ini: