Cerita Akhir di Bulan Mei


Aku adalah orang yang beruntung. Mungkin dunia juga akan mengatakan hal yang sama. Karena aku mampu memilikinya.

“Mas, lagi apa?” Suara lembutnya membuyarkan pikirankanku disaat aku tengah mengoreksi beberapa jawaban siswaku.

Aku tersenyum melihatnya. Aura kecantikannya semakin bertambah dengan hadirnya buah hati kami didalam rahimnya.

“Ini lho, Dik. Lagi ngoreksi tugas anak-anak.” Aku pun memindahkan beberapa buku disampingku agar dia bisa duduk.

“Terima kasih,” ucapnya dengan senyum di bibir.

“Gimana kabar si kecil?” Tanyaku dengan mengelus perut buncitnya.

“Alhamdulillah, insyaallah baik, Abi.” Suaranya pun diubah layaknya suara seorang anak kecil.

“Jangan nakal ya. Kasihan umi nanti.” Pesanku sembari mengecup gundukan pada perutnya. Dia tersenyum lalu membelai rambutku.

Aku tahu dia sangat khawatir pada kehamilannya. Tersebab usianya yang masih muda. Sering aku menjumpainya berkeringat dingin disaat terlelap. Aku pun menggenggam tangannya lalu mencium keningnya.

Itulah malam terakhirku bersamanya. Malam dimana aku melihatnya berjuang sebagai seorang ibu. Aku menemaninya hingga terlahirlah puteri kami. Aku bahagia. Tapi, bisakah waktu berputar (kembali)? Tuhan menukar kehadiran puteri kami dengan dirinya. Sungguh, ini sebuah kesakitan yang tak ingin aku rasakan. Aku kehilangan.

Malam ini adalah malam terakhir dibulan Mei. Tepat dimana Tuhan menukar nyawanya dengan nyawa baru yang menghiasi duniaku. Aku telah berjanji untuk mengikhlaskan kepergiannya. Dan, inilah saatnya. Terima kasih, Mei. Selamat tinggal, Mei.

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang baik untuk keabadian tulisan ini.

3 Tulisan Sering Dibaca Minggu Ini: