Bacaan
“Kampret, aduh mana lagi kaos kakiku.” Ku bongkar keranjang cucian berwarna ungu disebelah kamar mandi.
“Akhirnya, ketemu juga!” Mataku berbinar menemukan sepasang kaos kaki berwarna putih dengan motif bunga matahari. Kekanakan sih, tapi engga apa-apa lah daripada ambil kaos kaki lagi di dalam lemari.
Aku pun segera melihat jam tangan tweety pada pergelangan tangan kiriku. Terlihat pukul delapan lewat lima menit. Segera ku rapikan jilbab lalu mengambil tas ransel di atas meja belajar. “Susahnya, jauh dari orang tua ya.” Batinku sembari memakai sepatu. “Ups, kenapa ngeluh. Engga boleh. Semangat.” Aku pun segera mengunci kamar asrama lalu melipir ke kampus.
***
“Epiiiiih.” Aku pun berteriak menyusuri lorong menuju fakultas lalu menaiki tangga. Sedang sang pemilik nama menoleh kearahku sembari cemberut.
“Kamu kebiasaan banget sih manggil aku kek begitu.” Ucapnya dengan wajah ditekuk.
“Lah, kan bener.”
“Namaku, Evi. Bukan Epih.” Aku pun tertawa melihatnya. “Tawa aja terus.” Dia pun berjalan mendahuluiku.
“Diiiih, gitu aja ngambek. Senyum dong, Mbak Evi.” Aku pun menggodanya. Dia tersenyum. Kami pun berjalan menuju kelas di ujung tangga.
“Ada tugas engga?” Tanyaku sesaat sebelum masuk kelas. Dia pun menggeleng.
“Tapi ada kuis,” jawabannya bagai petir di malam hari mati lampu pula. Adem. Engga ngefek buat aku.
“Oh, kuis. Aku duduk sebelah kamu, ya?” Pintaku memelas.
“Aya mah kebiasaan gitu. Abis ngapain semalam?” Nah kan, nenek lampirnya keluar.
“Yeeee, kamu kek engga tahu aku aja, Li”
“Lah ya, abis ngapain semalam?” Timpal Evi.
“Jaga gerbang asrama,” jawabku sembarang.
“Gini dah, Epiiih kamu duduk di pojok nomor dua dari depan. Nah, sebelah kamu baru aku. Nah, sebelah aku baru nih penjaga asrama.” Jelas perempuan bernama Ela. Tapi aku gemar mengubahnya menjadi Eli.
Pletak! Jitakan cantik mendarat mulus di permukaan jidatnya yang memiliki lebar dua kali lapangan tembak.
“Ayaaaaaa, ngapa ku dijitak!” Sungutnya
“Kamu mah gitu. Pilih yang enak. Giliran nyontek aja nomor atu.” Jawabku.
“Lah, kan bener.”
“Duuuuh, Eli pagi ini udah sarapan telur cicak belum?” Tanyaku. Dia pun menggeleng. Sedang Evi melongo.
“Streeees semua.” Evi pun meninggalkan kami dengan aku yang tertawa dan Eli yang melongo.
“Njiiiir, Mister Kumis di belakang.” Aku pun menarik tangan Eli.
“Wah, Si Kumis.” Eli pun langsung berlari. Kami pun langsung menuju kelas.
***
“Ada apa an, pada lari? Ikut marathon, ye?” Tanya salah satu temanku, Vina.
“Si Kumis menuju kelas,” jawab Eli.
“Lha, bukannya sekarang…”
“Assalamu’alaikum.” Semua mata berpusat pada sosok plontos di depan pintu.
“Aduh,” aku pun menepuk jidat.
“Lho, bukannya jadwalnya bapak besok?” Tanya Vino selaku ketua kelas.
“Lho, PJMK ndak kasih kabar?” Semua mahasiswa dikelas pun menggeleng sementara aku hanya menunduk.
“Jadi gini, Mister Alfa berhalangan hadir. Maka dari itu saya isi mata kuliah saya.” Beliau pun menghembuskan nafas. “Aya?” Aku pun nyengir lalu mengangkat kedua jariku sehingga membentuk huruf V. “Nanti kamu keruangan saya.” Tegasnya.
“Wah, bersyukur kamu,” ucap Eli.
“Kapan lagi kencan berdua,” timpal Evi.
Sedang aku pun melengos kearah mereka berdua yang tengah terkikik.
Catatan:
PJMK : Penanggung Jawab Mata Kuliah
Cerpen
Fiksi
Komedi

0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik untuk keabadian tulisan ini.