Di Tepi Imaji (Puisi Berbalas)

Di Tepi Imaji
(Puisi berbalas)

I

Lagi, tiba di penghujung khayal.
Pelangi di angkasa serasa di pelupuk mata.
Lamunan gila mendaki harap yang takkan berkunjung nyata.
Kesadaran terhalusinasi, membelenggu diri menahan aksi".
Dan, apakah kita akan sepakat jika "sejarah hanya diciptakan para kaum pemenang"

Umpatan-umpatan tentang kebosanan telah merajalela.
Menjadi suguhan ditiap jamuan minum teh.
Aku kau dan mereka takkan pernah sama walau se-meja.

Awan takkan pernah berbentuk serupa, andai kita tau kenapa?
Tengoklah keluar jendela, hirup angin pembawa napas hidup.

Hmmm.... tak terpikir!!!

Kebosanan itu kutukan para pecundang.
Ketiadaan yang di-nyata-kan bawah sadar

Ini bukan tentang aku, kau dan kita.
ini tentang mereka yang tak pernah merasakan embun dan menikmati anugerah malam.

Hiasan-hiasan angkasa terlalu indah dijamah.
Bentang cakrawala hanya dipunya para bocah.
Disambut ia dengan tawa suka cita.
Dalam imaji tanpa tanya.

Akankah kita membunuhnya?
Membungkusnya lalu membuangnya?

Ataukah kita menjadi penjaganya?
Menyiraminya dengan asa juga doa-doa...

II

Gemintang meluruh
Serpihannya menghujani reraga yang disandera imaji
Ada kata yang tertoreh di hembusan angin
Ada hasrat selalu berkelana tanpa menemukan

Oh,  ada hati yang mendayu sendu dan berkoar;  aku kalah namun telah kujalani sejarah panjang

Kau ucap bosan? 
Itu dongeng lalu,  kawan

Leburkan itu bersama ampas kopi pahitmu
Biarkan mimpi lecuti sanubarimu kemudian

Dan tengoklah,  betapa setianya langit menyimpan senyum untuk kemenanganmu kelak

Katakanlah pada mereka yang dicumbu kebosanan, 
Ada warna dibalik petang
Ada cerita dibalik kepulangan
Ada puisi dibalik luka-luka

Mereka musti disuguhi cerita-cerita
Biar kepalanya melahirkan bayi-bayi imajinasi


III
Ia tak perlu dijaga
Imaji begitu liar untuk dibuang atau bahkan dibunuh...
Ia bahkan punya sembilan nyawa atau lebih
Kita hanya harus menyambutnya
Mengucapkan salam selamat datang

Jangan sekali kau bisikkan mustahil ditelinganya
Karena doa doa yang bergelayut manja di kaki pencipta sedang menunggu giliran untuk perwujudannya


(2/4/17)
Noe Z.V, Alvy N. Dina, Shinta

0 komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang baik untuk keabadian tulisan ini.

3 Tulisan Sering Dibaca Minggu Ini: